Menyambut Tahun Baru Hijriyah
Hijrah : Berpindah, artinya berpindah dari perbuatan yang dilarang Allah SWT kepada yang di ridhai Nya.
Untuk itu, taqwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita
setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa.
Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita
renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:
1. Muhasabah
Di akhir tahun1434 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang
telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih
baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. Dalam firmannya surat
al-Hasyr : (59 : 18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi
dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah
dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan
diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan
harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui
tujuan utamanya"
.
Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup
didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu
akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan
bentuk kecintaan kita kepada Allah Swt?
.
Cermin yang paling
baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik
ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan
bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan.
Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob:
" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"
Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu
mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba
Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya
diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil
hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih
baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah
Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini
lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi
siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia
orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk
dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”
2. Mu’ahadah
Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap
saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah :
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Al Fatihah ayat 5)
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Surat Al An’Am(6) :162)
Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan
sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan
senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketaqwaan. Inilah
yang disebut dengan mua’ahadah.
3. Mujahadah
Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
(Surat Al Ankabut : 69)
Terkadang kita ibadah tidak dibarengi
dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh
kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi
seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka
mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam
menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.
4. Muraqabah
Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar
ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan
menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi dan takut Kepada
Allah, dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.
Ihsan adalah engkau
senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau
pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah
melihat kepadamu”.
Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan
ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi
lembaran tahun baru.
Firman Allah SWT :
Hanya yang
memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah
orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk. (Surat At Taubah (9) : 18)
Dulu dimasa sahabat, sikap
muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa
ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab
bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan
kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak
gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab :
Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya
saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati
dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si
anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi
mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian
memerdekakannya.
Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak
berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki
sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah
dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah
hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai
bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini
dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada
perbuatan maksiat.
Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”
5. Mu’aqobah
Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan
sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri
melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa
meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh
berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya.
Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi
bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka
hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain.
Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan,
insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri
kita.
Mengawali tahun 1435 ijriyah ini, mari takwa harus kita
jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu
muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri,
mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa
diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika
lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari,
bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan
indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah.
Demikianlah Semoga Bermanfaat
No comments:
Post a Comment